Walking down the road

It is the rain of my soul and poured when the storm raging in my mind. When feelings and logics are tangle between right or wrong and win or lose. They are raising many funny questions and silly confusions along the line. These all are happening because I'm walking down the road I choose.

My Photo
Name:
Location: Paris van Java, West Java, Indonesia

I was born in Bandung, April 1976, and spent most of my education time in that same city. Living in a cool town with a moderate muslim family, somehow become important factors that carving my character. I'm a big fan of any satay, pempek and rujak (anything sweet-lah), and I created this notes as a place where I can write everything that crossed my mind. This writing is more like a journal, footsteps I leave behind as reminder mostly for myself and probably for my descendants. If you, readers, able learning one or two good things from this notes, that was really more than my expectation. Yet if I wrote something wrong or you have different opinion from mine, please let me know, will you? You also have to excuse me for that matter because I'm aware I'm no writer at all.

Sunday, August 21, 2005

Senangkah? sedihkah?

Berdebar hatiku tanpa henti, saat kulihat ibu pertiwi,
dibawah sana nyiur melambai memanggilku bernyanyi,
selamat datang, selamat pulang, selamat kembali,
sungguh tentram rasanya menapakkan kaki,
menyusuri jalan, menyebrangi kali, berlarian tanpa henti,
melihat wajah lama yang kurindukan sepenuh hati,
keadaaan yang nyaris sama dengan mimpi-mimpi,
yang terakhir kulihat, 22 bulan lamanya aku pergi,
warung yang tetap menjajakan sesuatu yang orang cari,
mesjid bernyanyi dengan adzannya di pagi hari,
dan orang-orang yang tersenyum melihat ku lagi,
seharusnya aku bersyukur dan senang dengan keadaan ini,
tetapi tidak demikian yang terjadi...

Hatiku tetap terenyuh melihat keadaan yang sama
tukang becak yang dulu masih menjadi tukang becak juga,
penjual roko di Simpang Lima masih orang yang sama,
pengemis, di jalan Lingkar masih itu juga,
kehidupan malam yang ada masih tetap sama,
perek di Alun-Alun masih saja berkeliaran,
pelacur di Saritem juga masih berserakan,
karena itu aku yakin, koruptor-koruptor yang dulu ada,
masih tetap ada, mengebiri uang rakyat jelata,
karena itu aku yakin, para wakil rakyat yang berada,
masih tetap disana, berkoar dengan janji-janji saja,

masih adakah kemungkinan penghidupan yang layak?
dengan harga yang meroket tajam tanpa arah
masih adakah keadilan untuk rakyat jelata?
yang dulu aku dambakan saat jadi mahasiswa

karena itu aku terenyuh luar biasa,
apakah yang diatas mengutuk negara ini?
semoga saja tidak karena aku masih percaya,
masih banyak orang baik yang peduli,
semoga saja benar adanya,
semoga saja memang benar masih ada yang peduli,

saat kulihat indonesiaku sekarang ini,
sungguh aku tak tahu harus tersenyum atau menangis...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home